Semarang- Lapas Bulu Wanita 28/06/12
Sebut saja namanya “Nur” seorang perempuan muda asal Malang Jawa Timur
yang berusia 22 tahun, harus dipenjara 10 bulan karena terbukti
melanggar pasal 127 ayat 1 Undang-undang narkotika tes urine positif
menggunakan shabu-shabu (Memphetamine).
Nur datang dari Malang bersama pacarnya berinisial “PWT” ke Semarang
sekitar 7 bulan yang lalu, Nur kost bersama pacarnya di Kota Semarang,
pada awal bulan mei 2012 temannya PWT selaku pacarnya Nur datang ke Kost
yang berinisial “KUS” pukul 20.30 wib, di dalam Kost PWT dan KUS
berkomunikasi yang dimana Nur tidak tahu apa yang mereka bicarakan,
beberapa saat kemudian PWT menyerahkan uang kepada KUS. Nur pun pada
bulan mei sedang hamil 3 bulan hasil dari hubungan dengan pacarnya PWT.
Setelah itu KUS pergi meninggalkan kost, karena waktu sudah larut malam
Nur pun tertidur di kost, namun sekitar pukul 03.00 dini hari Nur
terbangun, dan melihat KUS menghisap sesuatu yang menggunakan alat botol
yang ada sedotannya (Bong), sedangkan PWT sudah tertidur, tiba-tiba Nur
ditawarkan KUS dengan alasan Nur coba ini rokok mahal, awalnya Nur
menolak karena di paksa akhirnya dia ikut menghisap, pada hisapan
pertama Nur batuk-batuk, “ko rokok mahal bikin batuk-batuk” ujar Nur,
Namun Nur malah dimarahin oleh KUS, “kamu di kasih rokok mahal malah di
buang-buang” Nur pun menjawab “aku sudah tidak mau lagi mas” kamu harus
menghisap 3 kali lagi, tanpa menolak akhirnya Nur pun menghisap 3 hisap
lagi. Setelah selesai menghisap tersebut Nur kembali tertidur di kamar
Kostnya.
Ketika paginya pukul 7 Nur terbangun dari tidurnya, lalu dia mengadu
kepada pacarnya PWT semalam aku disuruh menghisap rokok itu mas” ujar
Nur kepada pacarnya. lalu pacarnya Nur, PWT berkata “kamu bodoh jangan
mau jika di suruh menghisap itu” Nur pun menjawab “emangnya itu rokok
apaan toh mas” namun PWT tidak menjelasakan
Sekitar pukul 08.00 pagi tiba-tiba datang anggota kepolisian dari satuan
Narkoba Polrestabes Semarang dengan tidak menggunakan seragam berjumlah
7 orang, Kost an Nur pun di acak-acak oleh Polisi tersebut. Sementara
KUS melarikan diri, sedangkan PWT berdiri gemetar seperti orang gugup,
Namun Nur sendiri merasa bingung dan bertanya kepada orang yang
mengacak-acak kostnya, ini ada apa toh kenapa kost saya di acak-acak?
Ujar Nur bertanya. Anggota polisi yang menggunakan pakaian preman,
berkata “kami dari Satuan Narkoba Polrestabes Semarang” sementara 3
orang anggota polisi mengejar KUS namun akhirnya tetap dapat diringkus,
NUR dan pacarnya PWT di bawa ke kantor Polrestabes Semarang.
Akhirnya Nur di Tahan meskipun dia hanya korban yang dipaksa menggunakan
narkoba jenis shabu-shabu oleh PWT dan tidak ada barang bukti, namun
hanya tes urine yang menunjukkan positif.
di dalam tahanan Nur harus keguguran kandungannya, permasalahannya
jelas-jelas Nur adalah korban yang tidak tahu apa-apa tentang narkotika,
juga habis keguguran kandungannya, dan polisi membawa Nur tidak sesuai
prosedur, diantara nya : surat perintah penangkapan, surat perintah
penggeledahan, dari situ saja sudah jelas bahwa aparat kepolisian
melanggar peraturan yang sudah berlaku.
Lebih parahnya lagi Nur harus di pidana penjara 10 bulan oleh majelis
hakim di pengadilan negeri semarang pada tanggal 26 juni yang dimana
bertepatan dengan Hari Anti Narkotika Internasional (HANI) 2012,
sebelumnya Nur di tuntut oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Slamet. H. SH
dengan pidana penjara 1 tahun 6 bulan, putusan tersebut lebih ringan 8
bulan dari tuntutan JPU.
Pertanyaannya adalah harus korban yang di paksa menggunakan narkoba
tetap harus dipenjarakan? apalagi Nur masih mempunyai seorang anak di
Malang berusia 4 tahun yang dimana masih butuh ibunya, sebelumnya pada
saat hamil 8 bulan suaminya pergi entah kemana tidak ada rimbanya,
hingga Nur harus mengurus anaknya sendiri sementara ini baru sampai usia
4 tahun, kini anaknya tersebut diasuh oleh tetangganya, Malang nian
perempuan korban narkotika ini.
Ternyata meskipun Undang-undang No.35 Tahun 2009 tentang narkotika sudah
mengatur tentang korban penyalahgunaan dan pecandu narkotika harus di
rehabilitasi. Apa yang akan terjadi jika Nur bebas nanti? sementara
tetangga di desa nya tahu bahwa Nur di penjara dan masyarakat desa yang
awam tidak peduli kasusnya apa.
Analisa saya akan ada stigma dan diskriminasi ganda terhadap Nur. Karena
label seseoarang keluar dari penjara berbeda dengan label seseorang
keluar dari tempat rehabilitasi medis maupun rehabilitasi sosial.
Sedemikian kejamnyakah negeri ini terhadap rakyatnya sendiri????