Pages

Sastra Bebas Headline Animator

Jumat, 25 Maret 2011

Pergi dengan Luka...

Kau seharusnya tahu bahwa aku membutuhkanmu
Di saat aku sedang goyah kau lepaskan aku
Kau biarkan aku terbang sendiri dengan sayap yang terluka ini
Kau hancurkan rasa cinta yang telah lama terbina
Kini kau menolak dan membuang aku

Kau tahu betapa terlukanya aku
Aku berjalan sendiri tanpa ada orang-orang terdekatku
Ku tahu aku banyak salah dengan hidupmu
Tapi kesetiaanmu aku mempertanyakannya
Inikah yang kau lakukan untuk membalas dendammu?

Atau kalahkah engkau dengan budaya mu?
Kau hancurkan aku lebih dari aku terhancur oleh adiksi
Aku Marah, Aku Kecewa...

Engkau yang ku agung-agungkan
Engkau yang selalu kupertahankan
Engkau kini melepaskan aku dengan alasan yang menghina aku sebagai manusia
Engkau menjatuhkan kemanusiaanku

Kini aku pergi sendiri melangkah entah kemana dengan membawa luka dan kecewa
Aku terpaksa harus membuang rasa cintaku
Aku terpaksa harus menghapus mimpi-mimpiku bersamamu

Akupun tak tahu apa sebenarnya yang terjadi
Kau biarkan aku pergi tanpa kelegaan
Kau biarkan aku sendiri tersesat

AKU LUKA...
AKU MARAH...
AKU KECEWA...

Mengapa harus terjadi di saat aku hendak memulai semuanya dengan baru?
Mengapa kamu memaksa aku menghapus mimpi-mimpiku?
Adakah kamu berjalan dan bermimpi dengan yang lainnya?

Senin, 21 Maret 2011

Terabaikan Oleh Maut

Serbuk mimpi menjadi embun wangi
Mengalir dalam nadi-nadi kehidupan
Terbawa arus gelombang darah
Terbang tinggi diatas awan bersama kenikmatan

Malaikat maut telah menanti
Selalu siap membawa pergi ke angkasa
Namun bisa juga kebawah bumi paling dalam

Asap rokok kembali membawa terbang jauh khayal
Tak peduli lagi darah keluar dari tempatnya

Dalam baringku menembus langit-langit
Tembok dan atap bukan lagi menjadi halangan

Dilarutkan lagi serbuk mimpi
Tertancap dalam nadi, darah menghitam
Mimpi telah hilang
Kegelapan telah datang
Malaikat maut tertawa melecehkan

Namun infus Rumah Sakit Mengembalikan sadar
Malaikat maut terdiam

Sendiri kah?

Sendirikah aku menjalani kehidupan ini?
Dimanakah mereka yang melahirkan aku?
Hidup memang tak aku sesali Namun air mata tak pernah terbendung menghadapi pahitnya kehidupan...

Hidup tanpa mereka yang mengasihi aku
Bagaikan pasir padang gurun yang berada ditengah-tengah padang rumput
Berdiri kaki di dua sisi kehidupan...

Kesalahan hidupkukah menggarisi takdir?
Tersesat dalam langkah
Tak mampu berontak melwan kehendaknya
Sebab DIA telah mengizinkannya berada dilingkaran kegelapan

Aku hanya ingin pulang
Dan tertidur di dalam pangkuanmu...
Dibelai oleh kasih-MU
Untuk jiwa-jiwa yang hilang seperti aku
Namun dimanakah DIA berada
Aku tak pernah tahu lagi kasihnya
Sebab aku kini sendiri

Berjalan dan berlari
dan terjatuh lagi
Hingga terluka dan tak mampu di obati
Oh..Ibu Rindukah Engkau
terbuang aku dan terlupakan

Menjelang Kebebasan

Kebebasan hanya menghitung hari
Belum ada rencana akan apa yang harus dilakukan
Menjalani dan mengalir seperti air
Air mengalir menuju samudera
Samudera kedamaian dan cinta

Tak terhambatkah aliran air ini?
Apa lagi yang terjadi setelah bebas mengalir?
Banjirkah air ini?
Sehingga meluap dan meluluh lantakkan sekitarnya

Hanya air yang mengalir dengan tenang menjadi harapan
Tanpa Kehendak-NYA tak sampai air mengalir sampai samudera...

Dia hanya butiran embun
Yang menguap ke angkasa
Terbawa angin dan terjatuh dibelahin bumi lainnya

Air yang mengalir menuju samudera
Air yang menjadi angin
Keduanya adalah kebebasan yang berbeda jalan
Melangkah dan menghidupi diri

Engkau Diam Ibu

Ibu...
Engkau terdiam
Engkau hidup dan menghidupi dengan kecantikanmu
Dalam malam ratusan laki-laki membentuk aku dalam rahimmu yang suci

Setiap shubuh engkau melangkah pulang
Setiap langkah air matamu berontak keluar tak terbendung

Ibu..
Kini engkau menghilang
Separuh nafas kau biarkan melangkah untuk hidup sendiri
Tanpa arah engkau melepaskan buah cintamu ini
Yang pernah kau bentuk oleh pekerjaanmu

Kini engkau diam...!!!
Tak melihat bahwa separuh nyawamu
Disini mencarimu

Engkau Diam
Engkau terdiam kosong menatap hilangnya buah cintamu

Rinduku

Padang pasir yang luas
Menghembuskan angin aroma tubuhmu
Menampar dan membelai wajah ini
Itulah Rinduku...

Malam gelap menanti sinar rembulan
Hitam malam dengan milyaran bintang
Itulah Rinduku...

Mentari pagi yang menghangatkan
membuat tumbuh bunga kehidupan
Itulah kasihku...

Indah pelangi terlukis oleh embun dan cahaya
Embun yang menyejukan dan cahaya yang menghangatkan
Itulah cinta...

Ingin bersama semua ini selamanya
Inilah kerinduan...
Inilah cinta...

Tanah Tak Bertuan

Pijakan Kaki Di Tanah Tak Bertuan...
Melangkah Di Dalam Rimba
Siapa Berdiri Kuat... Dia Menang!

Meski Kaki Selalu Akan Terkoyak

Tanah Tak Bertuan Mengeluarkan Amarahnya Dari Dalam Tanah...
Diantara Kehidupan Penuh Dengan Ketakutan dan Kematian

Diantara Kehidupan Yang Penuh Dengan Pertarungan
Benih Perdamaian Hanyalah Angan-Angan Di Atas Awan...

Tanah Tak Bertuan...
Tak Pernah Rela Hidup Damai
Karena Kedamaian Di Sini Yang Paling Kuat

Karena Tanah Tak Bertuan...
Hanya Hidup Manusia-Manusia Rimba

Jalanku

Tuhan Telah Mengizinkan aku mengalami hal-hal paling buruk dalam hidupku.
Aku tetap percaya bahwa ada hal baik yang disediakan bagi kehidupanku.


Manusia telah menolak kehidupanku...
Mereka tak mau menerima dengan sesuatu yang salah dalam hidupku...
Aku terbentur oleh kemapanan

Kini semua telah menjauh dan menghilang...
Jalanku... Tertati tanpa arah dan cinta
Aku goyah ketika ingin bangkit

Jalanku, tak ada kasih dan cinta
Mereka semakin membuat aku hina
Cinta hanya sebuah ke egoisan
Aku terbuang oleh orang tua kandungku
Aku ditinggalkan oleh kasihku
orang terdekatku menolak kehadiranku

Kini jalanku sendiri
Hanya DIA yang menuntunku
Namun kelemahanlah yang terjadi
Angkat aku Tuhan...
Dari Lubang gelap dingin dan menakutkan...
Sebab engkau telah menjanjikannya
Sebab aku akan mengerjakan perubahan hidup.

Inilah Jalanku...
Masih Panjang Meskipun Aku Akan Berjalan Sendiri Menuju Damai

Mimpi-Mimpi Yang tak Pernah Terlihat

Angin malam semakin menusuk sendi-sendi tulangku hingga aku gemetar kedinginan, padahal siang hari tadi panasnya juga sampai membakar emosi hingga mencapai ke ubun-ubun ayang akhirnya amarahlah yang keluar dari mulutku ini...!!!

Keringat yang keluar dan air dahaga yang aku minum tak sebanding dengan derasnya air keringat yang keluar, karena hanya setetes air yang hanya dapat aku minum.

Ini adalah sesuatu ketidak seimbangan bagi kehidupanku, maka yang terjadi gemetar tubuh ini dimalam hari. Orang-orang yang berada didalam gedung megah membuang literan air dahaga, tidak lagi air putih menjadi air pelepas dahaga mereka melainkan air-air yang penuh dengan warna-warna.

Begitu membencinyakah alam pembangunan terhadap kaum miskin seperti kami? sehingga kami terbuang diantara tanah kelahiran kami sendiri.

Milik siapakan kehidupan dan mimpi-mimpi ini? Mengapa kami semua sulit menggapai mimpi? sehingga bermimpipun kami harus sembunyi-sembunyi dibawah besarnya gedung-gedung yang dihuni kaum munafik, orang-orang yang penuh dengan jiwa binatang membunuh hanya untuk mendapatkan kepentingan individu ataupu satu kelompok saja.

Lalu apa peran negara ini bagi rakyatnya? tak pernahkah negara mempunyai hati yang tulus untuk menjaga rakyatnya? mengapa masalah kami selalu diputar-putarkan diantara kebenaran dan pertolongan yang selalu di ungkapkan? namun tak pernah kami semua merasakan apa yang namanya kesejahteraan.

Aku bingung dan semakin bingung, seorang rakyat yang sedang mencoba memikirkan sesuatu tak ada tempat untuk menuangkannya, tak ada lagi ruang publik untuk kami yang selalu tersingkirkan diantara pembangunan.

Dan kearifan lokal gotong royong bangsa kita patut dipertanyakan, milik bangsa manakah gotong royong itu? sedangkan bangsa kita sudah tidak lagi memerankan gotong royongnya melainkan berubah menjadi individu-individu yang saling menikam, individu-individu yang mulai dijadikan budaya oleh pembangunan agar diantara kita satu sama lainnya saling membunuh untuk terpenuhinya perut-perut yang kosong, untuk terpenuhinya tempat tidur dibawah modernnya jembatan-jembatan layang, jembatan-jembatan sungai dan dibawah tingginya gedung yang bisa saja menguburkan kita ketika alam mulai marah mengguncangkan tempat kita berpijak ini.

Maka mimpi-mimpi kita sebenarnya tak pernah terlihat oleh siapapun, tak pernah menjadi nyata untuk dinikmati bersama yang dilindungi adalah orang-orang yang mempunyai harta untuk mndapatkan mimpi-mimpinya menguasai jiwa-jiwa seperti kita, jiwa-jiwa yang dibodohkan jiwa-jiwa yang dimiskinkan dan jiwa-jiwa yang disakitkan, hidup kita dipegang oleh orang-orang yang tadinya hanya berkuasa terhadap tanah kita kini telah berkembang lebih kejam lagi yaitu menguasai kehidupan kita, mati dan hidup kita berada ditangannya, meskipun dengan perlawanan mimpi-mimpi kita tetap tak pernah terlihat...!!!

Kebencian Menghampiri...!!!

Anjing terus menggongong diantara kehidupanku membuat telinga dan hati tak kuasa menahan amarah...
Ingin kuteriakan dirimu bersama kemunafikan-kemunafikan yang kaumiliki, keluargamu seperti manusia biadab yang tak pernah tahu rasa kemanusiaan...

Jika semua ini hanyalah kepura-puraan untuk menutupi kesalahan yang pernah kita buat, kini semuanya kembali membenci tanpa rasa peduli satu sama lain, meski kita terhitung sebagai orang-orang terdekat diantara kalian namun yang kalian tunjukkan hanyalah kebencian kepada anak manusia yang selalu bersama sang kekalahan...

Dimanakah hati nurani sang saudara?
tidak ada tanpa rasa kau ungkapkan kata-kata kotor melalui ancaman-ancaman yang sangat bodoh dan mudah diketahui oleh diriku, tak perlu lagi ada kepura-puraan diwajahmu yang harus ditunjukkan hanyalah keberanian ke;uargamu mengungkapkan kepada seorang penumpang hidup orang-orang seperti aku...

Aku pun kini mulai depresi hidup bersama dirimu kini tak pernah berarti apa-apa lagi, sebab tak ada yang kau utamakan lagi selain dirimu dan kelompokmu, darahmu yang telah menyatu dengan tubuh dan cinta kau lupakan, kau biarkan untuk kau khianati...
Tak ada lagi bermain-main diantara kita sebab kita bukan lah manusia permainan atau mainan yang mudah kau apakan saja, layaknya boneka tak mampu berbuat apa-apa sebab yang berbuat apa-apa si Tuan yang memiliki boneka tersebut...

kebencian apa lagi kini yang menghampiri kehidupanku, tak pernah aku rasakan kedamaian airmata terharu bahagia bukannya airmata sakit hati karena jiwa yang tersayat-sayat oleh para penguasa...
Harta dan kekuasaan memang sangat menggoda seperti anggur merah yang dituangkan para Raja didalam Istana, dikelilingi dayang-dayang cantik, mau apa saja tinggal tunjuk sana-tunjuk sini, merampas harta kehidupan orang-orang yang lemah. kebencianpun semakin gila, darah didalam tubuh mendidih menjadi panas menggelora, hanya amarah dan perlawanan yang mampu meredam rasa kebencian ini, sebab diam terinjak-njak diatas kaki sang penguasa...

Di Balik Jendela

Dibalik Jendela, aku melihat kehidupan...
Berbagai macam kehidupan ada dibaliknya...

Di dalam Jendela, aku melihat keterikatan...
keterikatan oleh mimpi-mimpi yang tak pernah berhenti menghantui...

Seperti di balik jendela, mimpi-mimpi yang ada bukan hanya mimpi-mimpi yang indah melainkan juga mimpi-mimpi yang siap merubah kehidupan menjadi jahat...

benarkah dibalik jendela lebih baik, daripada di dalam jendela? begitulah yang terlintas di alam pikiran yang mengarapkan kebebesan berlari mengejar mimpi-mimpi dibalik jendela, daripada didalam jendela mimpi jahatpun tak pernah tercapai, apalagi mimpi indah...

Pernahkah kawan merasakan seperti berada dibalik jendela? kita hidup namun dan melihat, namun tak satupun yang mampu kita genggam...

Apakah ini mau kita? lalu apa yang harus kita lakukan? terlintas kembali dialam pikiran...
melawan dengan perlawanan, memecahkan kaca-kaca kehidupan yang menghadang... walau kita harus terluka sebab itu harga yang harus kita bayar untuk berada di balik jendela...

maukah kawan kita bersama-sama berada dibalik jendela? apapun yang terjadi kita harus siap, karena yang pasti dibalik jendela kita akan meraih dan menggenggamnya, walaupun itu hanya sekedar mimpi buruk?

Tapi apakah mau kita untuk hidup berada dimimpi buruk? padahal kita sudah berada dibalik jendela dan kita bisa memutar dan merubah mimpi-mimpi yang kita mau, karena kita kini hidup dibalik jendela, hidup di alam nyata, bukan didalam jendela, sebab didalam jendela seperti hidupa dialam mimpi yang penuh dengan mimpi-mimpi...

mri berjalan, setelah kita memecahkan kaca jendela yang telah mengikat kita selama ini, walau masih ada pecahan kaca yang menempel dikulit-kulit kita yang sobek bersama darah kita dibalik jendela menjadi kenangan yang tetap teringat.

Sebab semua pernah merasakan hidup di balik jendela, hidup diantara mimpi-mimpi yang juga mengejar mimpi-mimpi... tak pernah nyata walau terlihat nyata, tak pernah tersentuh walau terasa kita sudah memilikinya...

Kini kita sudah melawan dan memecahkannya, kaca-kaca mimpi yang memisahkan kita antara kenyataan dan mimpi dibalik jendela...

Jumat, 18 Maret 2011

My Life is Death

Mati kini terasa setengah mati, antara hidup dan tidak hidup lalu mengapa kekalahan selalu terjadi terhadap kehidupanku, seperti pecundang kini entah harus bagaimana lagi, harus kemana lagi dimana tempat sudah menjadi tidak aman, nyaman bahkan ditanah kelahiran selalu menimbulkan prahara, ditanah anakku menimbulkan kebencian orang-orang disekitar tak melihatkah mereka apa yang dirasakan olehku, istriku, ibu mertuaku, bahkan kedua orang tuaku semuanya kini telah hilang dalam kehidupanku, hilang semuanya setelah anakku kini semuanya direnggut oleh orang-orang yang rakus akan kehidupan ini, bagaimana tidak? yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin, yang pinter semakin terus pinter yang bodoh terus dibodohkan...

Inilah yang terjadi di awal tahun 2011 terhadap kehidupanku, rasanya pecah hancur lebur menjadi butiran debu yang terbang entah kemana, seperti terkena bom, tetap masih ada bekas-bekasnya namun kemana orang-orang disekitarku pergi? apakah mati terkena bom? atau mati kutu? apa mungkin mati penglihatan, mati rasa dan mati kepedulian terhadap sesamanya? entah aku tak pernah tahu itu hanya ungkapan praduga-praduga kebencian terhadap sistem ini, ingin berontak tak punya kekuatan, ingin melawan hanya sendirian yang aku mampu kini berteriak sekencang-kencangnya bagi siapapun yang mendengarnya mereka mungkin yang melakukan penindasan ini ataupun mungkin mereka yang mempunyai kepedulian terhadap kaum seperti kami? Gila, kini aku gila menjadi anti sosial habis, menolak bertemu dengan siapapun menolak membuat perjanjian apapun jika tidak dibawah pengaruh aku.

Kini aku tak percaya terhadap orang-orang hidup yang ada disekitar kami, kami hanya percaya terhadap pemberontakkan kami. kami menolak melakukan negosiasi, menolak berjalan bersama jika tidak dibawah pimpinan kami. Kini kami menjadi orang-orang yang semakin menggila terhadap kehidupan benih-benih kebencian ditanamkan akibat kaum kami dijadikan para pecundang oleh sebelum ini.

Apakah ini bentuk perlawanan atau bentuk yang dihasilakan atas sistem yang ada? tak mampu akau menilainya, biarlah dunia yang menentukan siapakah kami? hasil perbuatan siapakah kami? namun kami menilai bahwa kami terlahir hasil dari perkosaan massal sistem terhadap kehidupan kami yang sebelumnya sehingga beginilah kami jadinya, anti sosial, anti negosiasi anti kerjasama menebar kebencian terhadap sistem yang ada secara terus menerus, memberikan doktrin perlawanan dan pengkhianatan terhadap anak-anak yang ada sama kami

Benih Kehidupan...

Benih Kehidupan telah tertanam didalam tanah-tanah, tanah-tanah kering dan subur benih kehidupan tetap akan hidup, dalam genggaman kegelapan dan dalam genggam penerangan, sebab hidup tetap harus berputar....

Tak ingatkah Tuhan menciptakan Adam dan Hawa, diantara taman eden yang penuh dengan terang cahaya manusia dan perempuan harus terjatuh kedalam bumi yang penuh dengan kegelapan.

berawal dari rasa ingin tahu dan ingin menikmati berkat yang belum diberikan, kini kita semua anak cucunya yang harus menanggung kesalahan mereka, hidup tak pernah kusesali namun aku selalu tak layak dimatamu...

Sehingga hidupku harus penuh dengan kejatuhan didalam kungkungan kegelapan hidup, pernah kah kau rasakan sakitnya terbuang? sakitnya dilupakan? merasakan tak punya siapa-siapa didalam alam ini?

inilah aku seperti tertanam didalam tanah, yang mengubur semua jiwa, teriakan dan jeritan penderitaan tak pernah terdengar olehnya, oleh siapapun yang melintasi tanah tempat aku tertanam.

Dimanakah cahaya benderang kehidupan? dimanakah hangatnya mentari? diamanakah air hujan? tak suburkah tanahku ini? sebab aku ingin menjadi benih kehidupan yang baru ketika aku keluar nanti dari dalam lubang ini.

Maka Tuhan aku kini hanya bisa engkau menjamah hidupku agar aku tetap dalam perlindunganmu, dari segala ancaman musuh-musuh kebenaran, sebab aku adalah benih yang unggul, benih yang kuat, tentaramu didalam peperangan, maka perlengkapi aku di medan peperangan ini.

Sebab aku benih kehidupan...

Sebab aku ingin engkau menang, di dalam namamu aku serahkan, agar semua musuh-musuhku menjadi hormat melihatku, agar darahmu membungkusnya menjadikan benteng-benteng kebenaran meyebar seperti benih yang tumbuh didmanapun tempat kehidupan berada.

Jangan buat benih ini lemah Tuhan... aku percaya engkau telah merencanakan kemenangan bagi kami benih-benih kebenaran...

Dalam Gelap...

Dalam Gelap Aku terduduk bersama kawan... dipinggir Stasiun gambir dengan tujuan pergi ke Yogyakarta, namun lama kunanti tak kunjung datang juga, ular besi yang akan membawa aku pergi, aku hanya terduduk diam tanpa berkata apapun terhadap kawan disampingku, aku tertunduk berdoa berharap ada nasib baik baik mengahampiri kehidupanku di Yogyakarta, Namun aku salah ternyata di Yogyakarta tak jauh dengan sodaranya Jakarta, sama-sama kejam prilaku komunitasnya, komunitas yang pernah aku geluti, saling tindas sambil berteriak anti penindasan, saling bunuh dengan menolak pembunuhan, membuat konspirasi untuk menjatuhkan dengan berteriak kepada komunitas ini untuk kepentingan rakyat?

Itulah faktanya, yang terjadi selam aku menikmati kota yogyakarta, jika ingi9n mencari uang siapa yang curang dia yang menang, namun jika ingin mencari kawan banyak sekali seniman yang siap berteman tanpa seperti mencari uang di Yogyakarta.

Tepi jalan tetap saja berada di sisi, itulah kehidupanku selalu terpinggirkan olehnya, oleh harapan, mimpi dan cita-cita yang tak kunjung tercapai, dimanakah seharusnya kau berada? padahal aku sudah pergi meninggalkan Jakarta.

Dalam gelap...

Aku kembali termenung menunggu keajaiban datang dalam hidupku, didalam gelap di pinggir jalan kereta, memandang dan bertanya sejauh manakah rel kereta ini akan terputus? karena yang ku tahu aku hanya berada di Pulau Jawa saja.

Lalu apa yang harus ku tunggu lagi? tak ada lagi yang harus di kejar, tak ada lagi yang harus diperebutkan juga, aku hanya bisa duduk diam tanpa arti, bagi diri sendiri juga bagi orang lain yang selama ini mendukung kehidupan aku, khususnya istri dan para orang tua ku.

Dalam gelap...

Hanya terdiam tanpa rasa, menikmati serbuk surga mengalir dalam darah menari dan bernyanyi di alam mimpi, bersama mereka yang masuk ke ruang khyal dan mimpiku, ketika terbangun yang ada hanyalah sebualh kegelapan yang sebelumnya tak pernah aku lihat ruang segelap ini tanpa cahaya setitikpun.

Hanya Tuhan... Yang mampu memberi Cahaya itu...

Sepi...


Sepi... disini... hanya embusan angin genit yang menghembus dan menyentuh tubuh hingga menyentuh tulang belulangku yang terasa bergetar...

ingin kubercerita tentang semua pergumulan yang aku rasakan ini, namun tetap terasa sepi tanpa tempat untuk teriak...

Sepi...ohh.. sepi, mengapa kau mendera berasam kehidupan ini? yang keluar dalam pikiran dan hati ini, hanya rasa bingung entah harus bagaimana, sebab hanya suara dibalik telepon yang membuat ramai isi dalam jiwa ini menjadi sebuah pergumulan klasik, yaitu uang yang harus dibayarkan kepada orang-orang penuntut ulah dan prilaku masa lalu.

Kini terduduk dengan kepala mengahadap kedua dengkul kaki ku, terasa gelap didalam rasa sepi ini, seolah sepi ini akan membunuh segala mimpi-mimpiku, langkahku semakin terhambat olehnya, oleh setiap pergumulan yang harus membuat aku duduk diam berpikir didalam sendiri.

Tak pernah lelahnya aku berdoa terhadap Tuhan, hingga tak mampu lagi apa yang harus di ucapkan kepada-NYA, seperti marah namun tak ingin sebab dia Tuhan yang katanya mengerti segala kehidupan anak-anaknya yang sedang lemah tak berdaya didalam sendiri dan sepinya...

Haruskah aku memutar kembali jalan kehidupanku? dengan berada didalam gelap? sebab tak ada bedanya antara sepi dan gelap?

Ohh.. Tuhan ku mulai akan berdoa lagi, jamahlah aku agar aku dekat terhadapmu, sehingga aku tak terbuai oleh sepi dan gelap yang selalu bersamaku, biarlah terang dan sukses menyertai kehidupanku, sebab aku ingin bekerja untuk pekerjaanmu Tuhan.

Dengarkanlah wahai sepi... Janganlah kau bunuh aku dengan rasa lemah, biarlah aku berteman denganmu dengan damai tanpa harus membuat aku terjatuh dalam gelap.

Hai.. sepi semoga kau mengerti apa yang aku maksud, sebab harapan itu masih ada walau hanya sedikit ada didalam jiwa yang tak berdaya ini, sebab aku sedang tertekan oleh pergumulan masa lalu yang belum terbayarkan, haruskah aku ceritakan semuanya?? padahal engkau tahu apa yang terjadi pada hidupku...

Tuhan ubahlah hidupku... aku ingin mengenalmu, akuingin damai sejahtera, dengan terbayarnya hutang-hutang masa laluku.

Tuhan kalau aku boleh mengeluh? apakah ini karma? apakah ini dosa keturunan? atau apakah ini akibat dari sistem sosial yang ada? aku sedang susah Tuhan ya.. aku sedang susah...

Aku rasa engkau mengerti dalam keluh kesah ku diantara angin-angin yang berhembus bersama sepiku...

Sepi akibat tidak mampu bergerak untuk bersosial, sepi membuat aku terdiam tanpa kawan hanya engkau yang menjadi tempat diantara sepi dan angin malam...

Bolehkah aku kini terdiam? menunggu keajaibanmu datang? melihat cara kerjamu didalam sepiku? Jika boleh aku akan diam, untuk merasakan angin malam yang menusuk-nusuk tulangku.

Di Balik Jendela

Dibalik Jendela, aku melihat kehidupan...
Berbagai macam kehidupan ada dibaliknya...

Di dalam Jendela, aku melihat keterikatan...
keterikatan oleh mimpi-mimpi yang tak pernah berhenti menghantui...

Seperti di balik jendela, mimpi-mimpi yang ada bukan hanya mimpi-mimpi yang indah melainkan juga mimpi-mimpi yang siap merubah kehidupan menjadi jahat...

benarkah dibalik jendela lebih baik, daripada di dalam jendela? begitulah yang terlintas di alam pikiran yang mengarapkan kebebesan berlari mengejar mimpi-mimpi dibalik jendela, daripada didalam jendela mimpi jahatpun tak pernah tercapai, apalagi mimpi indah...

Pernahkah kawan merasakan seperti berada dibalik jendela? kita hidup namun dan melihat, namun tak satupun yang mampu kita genggam...

Apakah ini mau kita? lalu apa yang harus kita lakukan? terlintas kembali dialam pikiran...
melawan dengan perlawanan, memecahkan kaca-kaca kehidupan yang menghadang... walau kita harus terluka sebab itu harga yang harus kita bayar untuk berada di balik jendela...

maukah kawan kita bersama-sama berada dibalik jendela? apapun yang terjadi kita harus siap, karena yang pasti dibalik jendela kita akan meraih dan menggenggamnya, walaupun itu hanya sekedar mimpi buruk?

Tapi apakah mau kita untuk hidup berada dimimpi buruk? padahal kita sudah berada dibalik jendela dan kita bisa memutar dan merubah mimpi-mimpi yang kita mau, karena kita kini hidup dibalik jendela, hidup di alam nyata, bukan didalam jendela, sebab didalam jendela seperti hidupa dialam mimpi yang penuh dengan mimpi-mimpi...

mari berjalan, setelah kita memecahkan kaca jendela yang telah mengikat kita selama ini, walau masih ada pecahan kaca yang menempel dikulit-kulit kita yang sobek bersama darah kita dibalik jendela menjadi kenangan yang tetap teringat.

Sebab semua pernah merasakan hidup di balik jendela, hidup diantara mimpi-mimpi yang juga mengejar mimpi-mimpi... tak pernah nyata walau terlihat nyata, tak pernah tersentuh walau terasa kita sudah memilikinya...

Kini kita sudah melawan dan memecahkannya, kaca-kaca mimpi yang memisahkan kita antara kenyataan dan mimpi dibalik jendela...

Kalau Aku Boleh Mengeluh...


Aku sedang susah..., Kalo aku boleh mengeluh...
Ya.. aku sedang susah...
Kau Tahu lah kawan...
Disaat ingin berbuat baik, situasi tak semakin baik
Aku sedang susah...Kalo aku boleh mengeluh...

Engkau tahu isi hatiku, semuanya sudah aku katakan, aku hanya butuh jawaban, beri keajaiban atau tidak itu saja...

Kau tahu aku bicara pada siapa? pada pencipta segala zat yang ada dialam raya dan kehidupan ini, aku bukan bicara dengan batu...

Kalau aku boleh menegluh... dan kalau aku boleh menuntut... mengapa aku terlahir untuk hidup? untuk apa aku diciptakan? jika yang terjadi hanya kehancuran diri dan dihakimi makhluk sosial lainnya...

Tak ada maafkah bagi masa lalu? jika tak mampu mengganti harus bagaimana lagi? jika hidup ini mampu membayarnya aku serahkan kehidupanku untuk kematianku... bukan kehidupanku harus mengikuti perintahmu, bukan kehidupanku harus menjadi budakkmu, tapi kehidupanku sebagai perlawananku walau terlunasi dengan darah segar, yang membawa nyawa pergi dari jasadnya...

Kalau aku boleh mengeluh... Untuk apa kita punya pemerintah jika hidup terus-terusan terus susah...

Kalau aku boleh mengeluh... Untuk apa kita punya pemerintah jika hidup terus dikondisikan menjadi miskin..., miskin harta... miskin kedamaian... miskin kebenaran dan kejujuran...

Kalau aku boleh mengeluh... untuk apa hidup jika dibuat tak hidup...
Kalau aku boleh mengeluh... untuk apa ada manusia, jika tercipta untuk saling membunuh...

Jika aku boleh mengeluh... untuk apa orang-orang mencari uang bukan mencari makan?? padahal uang hanya diciptakan oleh manusia jahat untuk saling diperebutkan dengan cara apapun... sedangkan makanan di ciptakan Tuhan untuk dicari dan dimanfaatkannya bagi kehidupan kemanusiaan, benarkah?? tak tahu lah tanya pada diri anda sendiri...

Jika aku boleh mengeluh... aku cape mengeluh terus... sebab aku ingin diam... sebab diam aku telah dibungkam... sebab bungkam aku telah dibunuh hak bersuaraku... oleh siapa? oleh orang-orang yang telah mengkondisikan, oleh orang-orang yang memegang kekuasaan, siapa mereka? Mereka yang kalian tahu...

Kalau aku boleh mengeluh... aku ingin terus teriak dan melawan!!!! bukan diam tanpa daya, sebab kecil menyimpan kekuatan besar...

kalau aku boleh mengeluh, tak tahu lagi apa yang harus aku keluhkan sebab semuanya tak pernah didengar...

Dan kalau aku boleh melakukan Revolusi, adakah yang mau mati bersama ke Frustasi-an??

Dimana Senyummu?

Dimana senyummu? dimana keterbukaan jiwa ragamu? mengapa engkau terus biarkan aku terombang-ambing tak tentu tujuan.

mentari pagi sudah meyambut suara alam bersama kicauan burung, tapi tetap saja hati terasa tak ada yang tersenyum.

Dimanakah senyummu?
Dimana kasih mu?
Haruskah kurentangkan tangan sebelah kemarahan?

Dimanakah senyummu negeri pemimpi dan frustasi. Tahukah kau aku rindu dirimu, dimana senyummu?
Apakah aku juga harus berjalan tanpa senyum semangat? saat gelisah hancurkan jiwa, saat marah tak mampu lagi aku pendam, sungguh aku sangat mencintai kamu, dimanakah senyummu?

Dimana senyummu? istriku manis, tersenyumlah dengan manis...

Saat marah menguasai jiwa tak pernah keluar senyum ini untuk dunia... saat negara merebut semuanya, sekolah kami, rumah kami, pekerjaan kami hingga orang-orang yang kami cintai... dimana senyummu? engkau diam seperti mati tanpa rasa, tidak ada marah tidak ada senyum, mengapa senyumpun masih diambil olehnya...

Dimanakah senyum harapan? haruskah tetap terdiam tanpa perlawanan, tak mampu kami berbuat kata tindakan... sebab kematian sudah menghinggapi seluruh kehidupan kami.

Langit terlihat mendung seperti gelisah ini, gong-gongan anjing tak lagi mengganggu rasa marahku, bayang wajah manismu tetap tak mampu membnagkitkan senyum kita.

Senyummu senyum kematiaan, tak pernah membuat kami memiliki apa yang seharusnya menjadi milik kami, kau rebut semuanya, kau hancurkan kedamaian kami, kau hancurkan rumah-rumah kami, kau jauhkan kami dengan keluarga kami.

dimanakah senyum tulusmu???