skip to main |
skip to sidebar
Pages
Sastra Bebas Headline Animator
Selasa, 22 Mei 2012
Tan Malaka, Pahlawan atau Bukan
Tan Malaka atau Sutan Ibrahim gelar Datuk Tan Malaka (lahir Nagari
Pandam Gadang, Suliki, Sumatra Barat, 2 Juni 1897 - wafat Jawa Timur, 21
Februari 1949 [1]) adalah seorang aktivis pejuang nasionalis Indonesia,
seorang pemimpin komunis, dan politisi yang mendirikan Partai Murba.
Pejuang yang militan, radikal dan revolusioner ini banyak melahirkan
pemikiran-pemikiran yang berbobot dan berperan besar dalam sejarah
perjuangan kemerdekaan Indonesia. Dengan perjuangan yang gigih maka ia
dikenal sebagai tokoh revolusioner yang legendaris. Dia kukuh mengkritik
terhadap pemerintah kolonial Hindia-Belanda maupun pemerintahan
republik di bawah Soekarno pasca-revolusi kemerdekaan Indonesia.
Walaupun berpandangan komunis, ia juga sering terlibat konflik dengan
kepemimpinan Partai Komunis Indonesia (PKI).Tan Malaka menghabiskan
sebagian besar hidupnya dalam pembuangan di luar Indonesia, dan secara
tak henti-hentinya terancam dengan penahanan oleh penguasa Belanda dan
sekutu-sekutu mereka. Walaupun secara jelas disingkirkan, Tan Malaka
dapat memainkan peran intelektual penting dalam membangun jaringan
gerakan komunis internasional untuk gerakan anti penjajahan di Asia
Tenggara. Ia dinyatakan sebagai "Pahlawan revolusi nasional" melalui
ketetapan parlemen dalam sebuah undang-undang tahun 1963.Tan Malaka juga
seorang pendiri partai Murba, berasal dari Sarekat Islam (SI) Jakarta
dan Semarang. Ia dibesarkan dalam suasana semangatnya gerakan modernis
Islam Kaoem Moeda di Sumatera Barat.Tokoh ini juga adalah orang yang
mendalangi terjadinya pergolakan sosial di wilayah Surakarta setelah
pengumuman Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, yang berakibat hilangnya
status Daerah Istimewa bagi bekas wilayah Kasunanan Surakarta dan Praja
Mangkunagaran.Saat berumur 16 tahun, 1912, Tan Malaka dikirim ke
Belanda. Tahun 1919 ia kembali ke Indonesia dan bekerja sebagai guru
disebuah perkebunan di Deli. Ketimpangan sosial yang dilihatnya di
lingkungan perkebunan, antara kaum buruh dan tuan tanah menimbulkan
semangat radikal pada diri Tan Malaka muda. Tahun 1921, ia pergi ke
Semarang dan bertemu dengan Semaun dan mulai terjun ke kancah politik
Saat kongres PKI 24-25 Desember 1921, Tan Malaka diangkat sebagai
pimpinan partai. Januari 1922 ia ditangkap dan dibuang ke Kupang. Pada
Maret 1922 Tan Malaka diusir dari Indonesia dan mengembara ke Berlin,
Moskwa dan Belanda. Pada tahun 1921 Tan Malaka telah terjun ke dalam
gelanggang politik. Dengan semangat yang berkobar dari sebuah gubuk
miskin, Tan Malaka banyak mengumpulkan pemuda-pemuda komunis. Pemuda
cerdas ini banyak juga berdiskusi dengan Semaun (wakil ISDV) mengenai
pergerakan revolusioner dalam pemerintahan Hindia Belanda. Selain itu
juga merencanakan suatu pengorganisasian dalam bentuk pendidikan bagi
anggota-anggota PKI dan SI (Sarekat Islam) untuk menyusun suatu sistem
tentang kursus-kursus kader serta ajaran-ajaran komunis, gerakan-gerakan
aksi komunis, keahlian berbicara, jurnalistik dan keahlian memimpin
rakyat. Namun pemerintahan Belanda melarang pembentukan kursus-kursus
semacam itu sehingga mengambil tindakan tegas bagi pesertanya.Melihat
hal itu Tan Malaka mempunyai niat untuk mendirikan sekolah-sekolah
sebagai anak-anak anggota SI untuk penciptaan kader-kader baru. Juga
dengan alasan pertama: memberi banyak jalan (kepada para murid) untuk
mendapatkan mata pencaharian di dunia kapitalis (berhitung, menulis,
membaca, ilmu bumi, bahasa Belanda, Melayu, Jawa dan lain-lain); kedua,
memberikan kebebasan kepada murid untuk mengikuti kegemaran mereka dalam
bentuk perkumpulan-perkumpulan; ketiga, untuk memperbaiki nasib kaum
miskin. Untuk mendirikan sekolah itu, ruang rapat SI Semarang diubah
menjadi sekolah. Dan sekolah itu bertumbuh sangat cepat hingga sekolah
itu semakin lama semakin besar.Perjuangan Tan Malaka tidaklah hanya
sebatas pada usaha mencerdaskan rakyat Indonesia pada saat itu, tapi
juga pada gerakan-gerakan dalam melawan ketidakadilan seperti yang
dilakukan para buruh terhadap pemerintahan Hindia Belanda lewat VSTP dan
aksi-aksi pemogokan, disertai selebaran-selebaran sebagai alat
propaganda yang ditujukan kepada rakyat agar rakyat dapat melihat adanya
ketidakadilan yang diterima oleh kaum buruh.Seperti dikatakan Tan
Malaka pada pidatonya di depan para buruh “Semua gerakan buruh untuk
mengeluarkan suatu pemogokan umum sebagai pernyataan simpati, apabila
nanti menglami kegagalan maka pegawai yang akan diberhentikan akan
didorongnya untuk berjuang dengan gigih dalam pergerakan
revolusioner”.Pergulatan Tan Malaka dengan partai komunis di dunia
sangatlah jelas. Ia tidak hanya mempunyai hak untuk memberi usul-usul
dan dan mengadakan kritik tetapi juga hak untuk mengucapkan vetonya atas
aksi-aksi yang dilakukan partai komunis di daerah kerjanya. Tan Malaka
juga harus mengadakan pengawasan supaya anggaran dasar, program dan
taktik dari Komintern (Komunis Internasional) dan Profintern seperti
yang telah ditentukan di kongres-kongres Moskwa diikuti oleh kaum
komunis dunia. Dengan demikian tanggung-jawabnya sebagai wakil Komintern
lebih berat dari keanggotaannya di PKI.Sebagai seorang pemimpin yang
masih sangat muda ia meletakkan tanggung jawab yang sangat berat pada
pundaknya. Tan Malaka dan sebagian kawan-kawannya memisahkan diri dan
kemudian memutuskan hubungan dengan PKI,
Sardjono-Alimin-Musso.Pemberontakan 1926 yang direkayasa dari Keputusan
Prambanan yang berakibat bunuh diri bagi perjuangan nasional rakyat
Indonesia melawan penjajah waktu itu. Pemberontakan 1926 hanya merupakan
gejolak kerusuhan dan keributan kecil di beberapa daerah di Indonesia.
Maka dengan mudah dalam waktu singkat pihak penjajah Belanda dapat
mengakhirinya. Akibatnya ribuan pejuang politik ditangkap dan ditahan.
Ada yang disiksa, ada yang dibunuh dan banyak yang dibuang ke Boven
Digoel, Irian Jaya. Peristiwa ini dijadikan dalih oleh Belanda untuk
menangkap, menahan dan membuang setiap orang yang melawan mereka,
sekalipun bukan PKI. Maka perjaungan nasional mendapat pukulan yang
sangat berat dan mengalami kemunduran besar serta lumpuh selama
bertahun-tahun.Tan Malaka yang berada di luar negeri pada waktu itu,
berkumpul dengan beberapa temannya di Bangkok. Di ibu kota Thailand itu,
bersama Soebakat dan Djamaludddin Tamin, Juni 1927 Tan Malaka
memproklamasikan berdirinya Partai Republik Indonesia (PARI). Dua tahun
sebelumnya Tan Malaka telah menulis "Menuju Republik Indonesia". Itu
ditunjukkan kepada para pejuang intelektual di Indonesia dan di negeri
Belanda. Terbitnya buku itu pertama kali di Kowloon, Hong Kong, April
1925.Prof. Mohammad Yamin, dalam karya tulisnya "Tan Malaka Bapak
Republik Indonesia" memberi komentar: "Tak ubahnya daripada Jefferson
Washington merancangkan Republik Amerika Serikat sebelum kemerdekaannya
tercapai atau Rizal Bonifacio meramalkan Philippina sebelum revolusi
Philippina pecah…."MadilogMadilog merupakan istilah baru dalam cara
berpikir, dengan menghubungkan ilmu bukti serta mengembangkan dengan
jalan dan metode yang sesuai dengan akar dan urat kebudayaan Indonesia
sebagai bagian dari kebudayaan dunia. Bukti adalah fakta dan fakta
adalah lantainya ilmu bukti. Bagi filsafat, idealisme yang pokok dan
pertama adalah budi (mind), kesatuan, pikiran dan penginderaan. Filsafat
materialisme menganggap alam, benda dan realita nyata obyektif
sekeliling sebagai yang ada, yang pokok dan yang pertama.Bagi Madilog
(Materialisme, Dialektika, Logika) yang pokok dan pertama adalah bukti,
walau belum dapat diterangkan secara rasional dan logika tapi jika fakta
sebagai landasan ilmu bukti itu ada secara konkrit, sekalipun ilmu
pengetahuan secara rasional belum dapat menjelaskannya dan belum dapat
menjawab apa, mengapa dan bagaimana.Semua karya Tan Malaka dan
permasalahannya didasari oleh kondisi Indonesia. Terutama rakyat
Indonesia, situasi dan kondisi nusantara serta kebudayaan, sejarah lalu
diakhiri dengan bagaimana mengarahkan pemecahan masalahnya. Cara tradisi
nyata bangsa Indonesia dengan latar belakang sejarahnya bukanlah cara
berpikir yang teoritis dan untuk mencapai Republik Indonesia sudah dia
cetuskan sejak tahun 1925 lewat Naar de Republiek Indonesia.Jika membaca
karya-karya Tan Malaka yang meliputi semua bidang kemasyarakatan,
kenegaraan, politik, ekonomi, sosial, kebudayaan sampai kemiliteran
(Gerpolek-Gerilya-Politik dan Ekonomi, 1948), maka akan ditemukan benang
putih keilmiahan dan ke-Indonesia-an serta benang merah kemandirian,
sikap konsisten yang jelas dalam gagasan-gagasan serta
perjuangannya.Peristiwa 3 Juli 1946 yang didahului dengan penangkapan
dan penahanan Tan Malaka bersama pimpinan Persatuan Perjuangan, di dalam
penjara tanpa pernah diadili selama dua setengah tahun. Setelah meletus
pemberontakan FDR/PKI di Madiun, September 1948 dengan pimpinan Musso
dan Amir Syarifuddin, Tan Malaka dikeluarkan begitu saja dari penjara
akibat peristiwa itu.Di luar, setelah mengevaluasi situasi yang amat
parah bagi Republik Indonesia akibat Perjanjian Linggajati 1947 dan
Renville 1948, yang merupakan buah dari hasil diplomasi Sutan Syahrir
dan Perdana Menteri Amir Syarifuddin, Tan Malaka merintis pembentukan
Partai MURBA, 7 November 1948 di Yogyakarta.Pada tahun 1949 tepatnya
bulan Februari Tan Malaka hilang tak tentu rimbanya, mati tak tentu
kuburnya di tengah-tengah perjuangan bersama Gerilya Pembela Proklamasi
di Pethok, Kediri, Jawa Timur. Tapi akhirnya misteri tersebut terungkap
juga dari penuturan Harry A. Poeze, seorang Sejarawan Belanda yang
menyebutkan bahwa Tan Malaka ditembak mati pada tanggal 21 Februari 1949
atas perintah Letda Soekotjo dari Batalyon Sikatan, Divisi
Brawijaya[1].Direktur Penerbitan Institut Kerajaan Belanda untuk Studi
Karibia dan Asia Tenggara atau KITLV, Harry A Poeze kembali merilis
hasil penelitiannya, bahwa Tan Malaka ditembak pasukan TNI di lereng
Gunung Wilis, tepatnya di Desa Selopanggung, Kecamatan Semen, Kabupaten
Kediri pada 21 Februari 1949.Namun berdasarkan keputusan Presiden RI No.
53, yang ditandatangani Presiden Soekarno 28 Maret 1963 menetapkan
bahwa Tan Malaka adalah seorang pahlawan kemerdekaan Nasional.Tan Malaka
dalam fiksiDengan julukan Patjar Merah Indonesia Tan Malaka merupakan
tokoh utama beberapa roman picisan yang terbit di Medan. Roman-roman
tersebut mengisahkan petualangan Patjar Merah, seorang aktivis politik
yang memperjuangkan kemerdekaan Tanah Air-nya, Indonesia, dari
kolonialisme Belanda. Karena kegiatannya itu, ia harus melarikan diri
dari Indonesia dan menjadi buruan polisi rahasia internasional.Salah
satu roman Patjar Merah yang terkenal adalah roman karangan Matu Mona
yang berjudul Spionnage-Dienst (Patjar Merah Indonesia). Nama Pacar
Merah sendiri berasal dari karya Baronesse Orczy yang berjudul Scarlet
Pimpernel, yang berkisah tentang pahlawan Revolusi Prancis.Dalam
cerita-cerita tersebut selain Tan Malaka muncul juga tokoh-tokoh PKI dan
PARI lainnya, yaitu Muso (sebagai Paul Mussotte), Alimin (Ivan
Alminsky), Semaun (Semounoff), Darsono (Darsnoff), Djamaluddin Tamin
(Djalumin) dan Soebakat (Soe Beng Kiat).Kisah-kisah fiksi ini turut
memperkuat legenda Tan Malaka di Indonesia, terutama di
Sumatera.Beberapa judul kisah Patjar Merah:Matu Mona. Spionnage-Dienst
(Patjar Merah Indonesia). Medan (1938) Matu Mona. Rol Patjar Merah
Indonesia cs. Medan (1938) Emnast. Tan Malaka di Medan. Medan (1940)
Tiga kali Patjar Merah Datang Membela (1940) Patjar Merah Kembali ke
Tanah Air (1940) *Artikel ini diambil dari Wikipedia bahasa Indonesia,
tidak ada maksud tertentu mengapa artikel ini dimuat di blog ini. Yang
pasti artikel versi Wikipedia ini diharapkan menambah pengetahuan bagi
pengunjung blog-ku. Sekali lagi tanpa ada pretensi dan tendensi apapun.
Posted by
SastraBebas
at
22.16
Kirimkan Ini lewat Email
BlogThis!
Berbagi ke Twitter
Berbagi ke Facebook
Labels:
Belajar Menuangkan
Cari Blog Ini
About Me
Link Yang Di Ikuti
Label
- Bebas Bicara (11)
- Belajar Menuangkan (8)
- Kampanye (1)
- Opiniku (10)
- Pengalaman Hidup (1)
- Prayer (4)
- Renunganku (2)
- sastra (62)
Entri Populer
-
Selasa, 23 Desember 2008 Tanggal 24 Juni 2008 pukul 23.30 WIB, istriku Citra diperutnya merasakan mulas-mulas dan mengeluarkan cai...
-
Jiwa yang telah lelah melangkah Namun tak ada tempat perisitirahatan Terpaan angin selatan menghempasakan ...
-
Merah Mawar Merekah Dalam Warna Darah.... Daunnya Mengering dan Mati... Hanya Cinta Yang Mengembalikan Putik Hijaunya... Merah Mawar Yang Ma...
-
Tadi aku merasa gelisah dan takut, entah kenapa perasaanku selalu dihantui ketakutan-ketakutan yang tidak pasti, padahal ketakutan yang m...
-
Ditanah airku yang tercinta situasi kini kian merajalela, Seorang anak hidup didalam kegelapan hanya karena sebuah impiannya tidak tercapa...
-
Kurt Donald Cobain adalah pemimpin Nirvana, multi-platinum band grunge yang mendefinisi ulang suara tahun sembilan puluhan. Cobain lahir p...
-
Terlalu Dini Mengerti Arti Perjuangan Hidup Kita Ketika Cinta, Kita lalui dengan Jarak yang sangat Jauh Apakah kita akan Bertahan demi...
-
Anjing terus menggongong diantara kehidupanku membuat telinga dan hati tak kuasa menahan amarah... Ingin kuteriakan dirimu bersama kemuna...
-
"Puisi Gelap" By : Fals langit gelap, jutaan gagak hitam memenuhi langit datang dari goa-goa yang gelap ...
-
Imajinasi terbang melayang tak tentu arah. Cinta, cita dan harapanku seakan menjadi segumpalan awan putih. Yang melayang lalu...
Sastra Bebas
Blog Archive
-
▼
2012
(70)
-
▼
Mei
(36)
- HUKUM DINEGERI PERMAINAN
- Kurt Cobain
- Tinggi Di atas Kegelapan
- Terlalu Banyak Yang Terpendam
- Semalam Suntuk
- Anak Kegelapan
- Aku genggam Kehidupan ini
- Kemenangan Diatas Peperangan
- Aku Hanya Bisa Menuliskan Apa Yang Aku Lihat
- Hilang ditelan Bumi
- Hanya Diam Seribu Bahasa
- Dunia Yang Sempurna
- Sepucuk surat dari bayi yg belum terlahirkan
- Tan Malaka, Pahlawan atau Bukan
- PKI ADALAH ANAK ZAMAN
- Tak Harus memilikinya…
- Aku Lelah (Berbicara Pada si Jabang Bayi)
- Lihatlah…!!
- Menggerutu Pada Nenek Tua
- Siapa Penindas?
- Matahariku
- Renungan Amarah
- Kronologis Penindasan RS. Dr. Sardjito, Jogjakarta!!
- Dimana kah Ibuku ?
- Ini Belum Seberapa
- “ Bangsa Hitam “
- “ Rindu Kepada Kediaman Cinta ”
- Aku Sedang Letih
- “ Malam Dalam Ruang Tawanan ”
- Jangan Hanya Diam !
- “ IBU “
- “ Si Budi “
- “ Yogyakarta “
- “ AKu Adalah Diam ”
- “ Ibu ku Yang Malang ”
- “Lelah Melangkah”
-
▼
Mei
(36)
Statistik
Dianozky Sastra Bebas. Diberdayakan oleh Blogger.
0 comments:
Posting Komentar